10 Juli 2010

Indonesia Corruption Watch

Indonesia Corruption Watch

1. Investigasi Korupsi
Apakah yang disebut investigasi?
Trend istilah investigasi lebih lazim dikenal dalam terminologi jurnalistik. Ada beberapa
definisi investigasi yang bisa dipakai seperti:

Robert Greene dari Newsday
Kegiatan investigasi merupakan karya seorang/tim atau beberapa wartawan atas suatu hal yang penting buat kepentingan masyarakat namun dirahasiakan.

Kegiatan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar: bahwa kegiatan itu adalah ide orisinil dari si investigator, bukan hasil investigasi pihak lain yang ditindaklanjuti oleh media; bahwa subyek investigasi merupakan kepentingan bersama yang cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan sosial mayoritas pembaca surat kabar atau pemirsa televisi bersangkutan; bahwa ada pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan
kejahatan ini dari hadapan publik.

Goenawan Mohammad
Kegiatan jurnalistik investigatif merupakan jurnalisme "membongkar kejahatan". Ada suatu kejahatan yang biasanya terkait dengan tindak korupsi yang ditutup-tutupi. Namun, belakangan istilah investigasi semakin meluas. Secara umum, dari berbagai definisi yang ada, investigasi bisa diartikan sebagai: “Upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui kebenaran –atau bahkan kesalahan- sebuah fakta.

Melakukan kegiatan investigatif sebenarnya jauh dari sekedar mengumpulkan ribuan data atau temuan dilapangan, kemudian menyusun berbagai informasi yang berakhir dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. ”

Memang umumnya hanya kalangan tertentu yang biasa melakukan investigasi. Tetapi, tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa melakukannya. Sehingga kegiatan investigasi bisa diperluas menjadi kegiatan publik.

Siapa saja yang bisa melakukan investigasi?
Dalam masyarakat kita, pelaku investigasi bisa dipetakan menjadi dua
Investigasi internal : BPK, BPKP, Itjen, Itwil, SPI
Investigasi eksternal (publik) : NGO, Ormas, Parpol, wartawan, dll

2. Mengenal Korupsi
Robert Klitgaard
C = D + M – A
Corruption = Discretionary + Monopoly – Accountability

Legal View
• Melawan hukum/melanggar hukum
• Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukannya (abuse of power)
• Kerugian keuangan/kekayaan/perekonomian Negara
• Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi

Definisi korupsi menurut Transparancy International
"Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidal legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka".
Kasus apa yang dapat diinvestigasi?
Biasanya, investigasi dilakukan untuk mengungkap fakta yang menyangkut -merugikan- masyarakat umum (publik) baik secara langsung maupun tidak. Kasus atau persoalan yang memerlukan tindakkan investigative adalah persoalan yang menyangkut kepentingan bersama dan cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan social mayoritas masyarakat umum, serta adanya indikasi bahwa pihak-pihak tertentu mencoba untuk menyembunyikan kejanggalan dari hadapan publik.

Yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana cara memilah kasus. Kasus-kasus yang layak diinvestigasi adalah kasus yang secara garis besar:

- Menyangkut masyarakat luas, dan ada indikasi kecurangan oleh pihak tertentu
- berkaitan dengan penggunaan dana dalam jumlah besar (contoh: kasus BLBI, PLN, Bulogate, Suharto, BPPC)
- berkaitan dengan peristiwa politik yang menyangkut kepentingan publik (contoh: peristiwa tanjung priok, penyerbuan kantor PDI Pusat 1997, kasus Prabowo)
- menimbulkan silang pendapat antar beberapa pihak
- Golongan kuat yang selalu dominan dalam masyarakat (partai, keluarga cendana)
- Kasus-kasus kriminal yang janggal (peristiwa Udin, Marsinah, Pak De)
Indonesia Corruption Watch

3Tahapan Investigasi
First Phase
Ø First lead
Ø Initial investigation
Ø Forming on investigation hypothesis
Ø Literature search & Interviewing experts
Ø Finding a paper trail
Ø Interviewing key informants & sources

Second phase
Ø Organizing & analyzing data
Ø Writing
Ø Internal expose

First Lead/Petunjuk awal
Petunjak Awal: Sumber dari mana saja yang dapat memberikan keterangan tentang
korupsi

Petunjuk awal biasanya dari:
1. Whistleblower: Orang yang mau membocorkan informasi. Biasanya berasal dari konflik manajemen antara lain: serikat perkerja, aparat pengawasan pemerintah (BPK, BPKP, Itjen, Itwil, SPI), kontraktor/supplier yang kalah dalam tender, lawan politik, dll
2. Mempelajari kelemahan sistem dan internal control suatu objek: proyek dengan dana besar, pengadaan barang dan jasa, workflow, dll

Initial Investigation/Investigasi Awal
Upaya pengecekan petunjuk awal apakah memang telah terjadi korupsi terhadap suatu objek tertentu atau tidak Ditujukan terutama untuk menemukan:
• Unsur melawan hukum/melanggar hukum
• Unsur menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukannya (abuse of power)
• Unsur kerugian keuangan/ kekayaan/ perekonomian Negara
• Unsur memperkaya diri sendiri

Forming on Investigation Hypothesis
Membentuk hipotesis berdasarkan investigasi pendahuluan yang telah dilakukan dalam bentuk:
• Membuat kasus posisi dan modus operandi yang menjelaskan 5W 1H (apa, siapa, dimana, bagaimana, bilamana, bagaimana) kasus tersebut terjadi.
• Skema kasus/flowchart: mencakup pihak-pihak yang diduga terlibat untuk mempermudah pemahaman
• Perencanaan pembuktian untuk membuktikan korupsi
• Kesaksian (sulit, biasanya wawancara anonim)
• Dokumen/surat (andalannya hanya ini)
• Keterangan tersangka (apalagi ini!)
• Barang bukti (sulit juga, mungkin bisa didokumentasikan)
• Keterangan ahli
Literature Search & Interviewing Expert
Wawancara ahli dan pendalaman literatur untuk mempeluas pemahaman dan menguji hipotesis
• Literatur: biasanya berupa peraturan perundangan:
• Money politics: UU 22/99 dan peraturan pelaksananya
• Tender: Keppres 14/94 atau 18/2000
• Perbankan: UU Perbankan, operasional perbankan, Peraturan BI, SE BI, dll
• Kliping koran biasanya berguna untuk kasus yang berulang polanya

Paper Trail & Key Informants
Kesulitan investigasi publik: mendapatkan alat pembuktian yang memadai (kesaksian, dokumen, keterangan tersangka, barang bukti). Jadi yang bisa diandalkan hanya dokumen dan informan

• Paper trail: dokumen apa saja yang behubungan dengan kasus (surat, dokumen tender, transfer uang, kontrak, dll)
• Key Informants: untuk mendapatkan pemahaman dan kronologi dari tangan pertama (first hand observers)
Organizing & Analyzing Data
Pengorganisasian data: mengklasifikasi dokumen yang diperoleh
Analisis kasus: melakukan pembandingan, pemeriksaan bukti tertulis, rekonsiliasi, penghitungan kembali, dll, untuk diperbandingkan dengan informasi dari sumber Indonesia Corruption Watch

Tujuannya untuk menemukan secara rinci unsur-unsur korupsi, modus operandi & pihak-pihak yang terlibat (5W 1H), kerugian negara

Writing
Penulisan laporan dugaan korupsi sebaiknya mencakup:

• Latar Belakang (data umum)
• Kasus posisi (5W 1H)
• Kronologi (berikut dokumen pendukung)
• Modus operandi (berikut flowchart)
• Pihak yang terlibat
• Penyimpangan/Penyelewengan/Indikasi Korupsi
• Kerugian negara
• Tuntutan
• Tempat, tanggal dan tanda tangan

Case Advocacy
• Press release
• Konferensi pers
• Lobby/tulis surat ke lembaga terkait (penegak hukum)
• Parlemen, Polisi, Kejaksaan, Presiden, Menteri Kepala Daerah, dll
• Diskusi terbuka dengan ahli dan wartawan
• Membuat policy paper
• Melibatkan jaringan
• dll

Selengkapnya >>

16 Februari 2010

Aturan Bagi Penegak Hukum

Aturan Tingkah Laku Bagi Petugas Penegak Hukum

Judul Asli
Code Of Conduct For Law Enforcement Officials
Adopted By General Assembly Resolution 34/169 Of 17 December 1979

Pasal 1
Para petugas penegak hukum sepanjang waktu harus memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan dengan melindungi semua orang dari perbuatan-perbuatan yang tidak sah, konsisten dengan tingkat pertanggungjawaban yang tinggi yang dipersyaratkan oleh profesi mereka.

Penjelasan:
(a) Istilah "petugas penegak hukum" mencakup semua pegawai hukum, apakah yang ditunjuk atau dipilih, yang melaksanakan kekuasaan-kekuasaan polisi, terutama kekuasaan menangkap atau menahan.
(b) Di Negara-negara di mana kekuasaan polisi dilaksanakan oleh para penguasa militer, apakah berseragam ataukah tidak, atau oleh angkatan keamanan Negara, maka batasan petugas penegak hukum akan dianggap mencakup pegawai yang melaksanakan pelayanan-pelayanan semacam itu.
(c) Pelayanan kepada masyarakat dimaksudkan untuk mencakup terutama pemberian pelayanan bantuan kepada anggota masyarakat yang karena alasan pribadi, ekonomi, sosial atau keadaan-keadaan darurat lain membutuhkan bantuan segera.
(d) Ketentuan ini dimaksudkan untuk meliputi tidak hanya semua perbuatan bengis, ganas dan membahayakan, tetapi meluas pada berbagai macam larangan menurut statuta-statuta pidana. Ketentuan ini meluas pada aturan-aturan tingkah laku orang-orang yang tidak mampu melaksanakan pertanggungjawaban pidana.

Pasal 2
Dalam melaksanakan kewajiban mereka, para petugas penegak hukum harus menghormati dan melindungi martabat manusia, dan menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia semua orang.

Penjelasan
(a) Hak-hak asasi manusia yang sedang dibicarakan diidentifikasikan dan dilindungi oleh hukum nasional dan hukum internasional. Di antara instrumen-instrumen internasional yang relevan adalah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Polltik, Deklarasi mengenai Perlindungan Semua Orang dari Dijadikan Sasaran Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang lain, Tidak manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Internasional tentang Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid, Konvensi mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Aturan-aturan Standar Minimum untuk Perlakuan terhadap Narapidana, dan Konvensi Wina tentang Hubungan-hubungan Konsuler,
(b) Penjelasan-penjelasan Nasional pada ketentuan ini harus menunjuk ketentuan-ketentuan regional atau nasional yang mengidcntifikasi dan melindungi hak-hak ini.

Pasal 3
Para petugas penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan dan sampai sejauh yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan kewajiban mereka.

Penjelasan:
(a) Ketentuan ini menekankan bahwa penggunaan kekerasan oleh para petugas penegak hukum harus merupakan pengecualian; walaupun secara tidak langsung menyatakan bahwa para petugas penegak hukum dapat dikuasakan untuk menggunakan kekerasan seperti yang sepantasnya diperlukan menurut keadaan-keadaan untuk pencegahan kejahatan, atau dalam memberlakukan atau membantu dalam penangkapan yang sah terhadap para pelanggar atau yang diduga sebagai pelanggar, tidak satu pun kekerasan boleh digunakan sampai diluar dari yang boleh digunakan.
(b) Hukum nasional biasanya membatasi penggunaan kekerasan oleh para petugas penegak hukum sesuai dengan suatu asas sebanding. Harus dimengerti bahwa asas-asas sebanding nasional tersebut harus dihormati dalam penafsiran ketentuan ini. Pada kasus apa pun ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan menguasakan penggunaan kekerasan yang tidak sebanding dengan tujuan yang sah yang harus dicapai.
(c) Penggunaan senjata api dianggap sebagai tindakan yang ekstrem. Setiap usaha harus dilakukan untuk mengesampingkan penggunaan senjata api, terutama terhadap anak-anak. Secara umum, senjata api tidak boleh dipergunakan kecuali ketika seorang yang diduga sebagai pelanggar memberikan perlawanan senjata atau sebaliknya membahayakan kehidupan orang-orang lain dan tindakan-tindakan yang kurang ekstrem tidak cukup untuk menahan atau menawan orang yang diduga sebagai pelanggar. Dalam setiap kejadian yang di dalamnya sepucuk senjata api dilepaskan, maka suatu laporan harus segera disampaikan kepada para penguasa yang berwenang.

Pasal 4
Masalah-masalah yang mempunyai sifat rahasia dalam pemilikan para petugas penegak hukum harus dijaga tetap rahasia, kecuali jika pelaksanaan kewajiban atau kebutuhan-kebutuhan peradilan sepenuhnya memerlukan sebaliknya.

Penjelasan:
Dengan sifat kewajiban-kewajiban mereka, maka para petugas penegak hukum memperoleh informasi yang mungkin berkenaan dengan kehidupan-kehidupan pribadi atau yang secara potensial merugikan kepentingan-kcpentingan, dan terutama nama baik, orang lain. Pengawasan yang ketat harus dilaksanakan dalam menjaga dan menggunakan informasi tersebut, yang harus diungkapkan hanya dalam melaksanakan kewajiban atau melayani kebutuhan-kebutuhan peradilan. Pengungkapan apapun mengenai informasi tersebut untuk tujuan-tujuan yang lain secara keseluruhan adalah tidak tepat.

Pasal 5
Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat membebankan, menghasut atau membiarkan perbuatan penganiayaan apapun atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, dan juga tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintah-perintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian seperti keadaan perang, ancaman perang, ancaman terhadap keamanan nasional, ketidakstabilan politik internal atau keadaan darurat umum yang lain apa pun sebagai pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.

Penjelasan:
(a) Larangan ini berasal dari Deklarasi mengenai Perlindungan Semua Orang dijadikan Sasaran Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang Lain, Tidak Manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan, yang disetujui oleh Majelis Umum, yang menurutnya: "[Suatu perbuatan semacam itu adalah] suatu pelanggaran terhadap martabat manusia dan harus dikutuk sebagai pengingkaran terhadap tujuan-tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, dan kebebasan-kebebasan dasar yang dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia [dan instrumen-instrumen hak-hak asasi manusia internasional yang lain]."
(b) Deklarasi memberi batasan penganiayaan sebagai berikut: "...penganiayaan berarti setiap perbuatan di mana sakit yang berat atau penderitaan, apakah fisik atau mental, dengan sengaja dibebankan oleh atau atas hasutan seorang pejabat pemerintah pada seseorang untuk tujuan-tujuan seperti memperoleh darinya atau dari orang ketiga informasi atau pengakuan, menghukum dia karena suatu perbuatan yang telah dia lakukan, atau yang disangka telah melakukan, atau mengintimidasi dia atau orang-orang lain. Penganiayaan tersebut tidak mencakup sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, sanksi-sanksi sah yang melekat atau secara kebetulan sampai sejauh bersesuaian dengan Aturan-aturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana."
(c) Istilah "perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan" belum diberi batasan oleh Majelis Umum tetapi harus ditafsirkan agar supaya memberikan perlindungan yang seluas mungkin terhadap penyalahgunaan, apakah fisik atau mental.

Pasal 6
Para petugas penegak hukum harus menjamin perlindungan penuh untuk kesehatan orang-orang dalam tahanan mereka, dan terutama, harus mengambil tindakan segera untuk menjamin perawatan kesehatan setiap waktu diperlukan.


Penjelasan :
(a) Perawatan kesehatan, yang menunjuk pada pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh personel kesehatan manapun, termasuk para pelaksana kesehatan berijazah dan paramedis, harus dijamin apabila dibutuhkan atau diperlukan.
(b) Sementara personel kesehatan dimungkinkan untuk disertakan pada operasi penegak hukum, maka para petugas penegak hukum harus memperhatikan keputusan personel tersebut apabila mereka merekomendasikan pemberian kepada orang dalam tahanan itu perlakuan yang tepat melalui, atau dalam konsultasi dengan personel kesehatan dari luar operasi penegak hukum.
(c) Dimengerti bahwa para petugas penegak hukum harus juga menjamin perawatan kesehatan bagi para korban pelanggaran hukum atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam pelanggaran-pelanggaran hukum.


Pasal 7
Para petugas penegak hukum tidak dapat melakukan tindak korupsi apa pun. Mereka juga harus dengan keras melawan dan memerangi semua perbuatan semacam itu.

Penjelasan :
(a) Tindak korupsi apa pun, dalam cara yang sama seperti penyalahgunaan kekuasaan yang lain apa pun, adalah bertentangan dengan profesi para petugas penegak hukum. Hukum harus dilaksanakan sepenuhnya berkenaan dengan para petugas penegak hukum mana pun yang melakukan tindak korupsi, karena para pemerintah tidak dapat mengharapkan untuk memberlakukan hukum di antara warga negara mereka kalau mereka tidak dapat atau tidak mau memberlakukan hukum terhadap para pelaksana mereka sendiri dan di dalam perwakilan mereka.
(b) Sementara definisi mengenai korupsi harus tunduk pada hukum nasional, akan diartikan mencakup melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dalam melaksanakan atau dalam kaitannya dengan kewajiban-kewajiban seseorang, dalam menanggapi pemberian-pemberian, janji-janji atau insentif-insentif yang diminta atau yang diterima, atau penerimaan yang tidak sah akan barang-barang ini, sekali perbuatan itu sudah dilakuk an atau tidak dilakukan.
(c) Ungkapan "tindak korupsi" yang ditunjuk di atas akan diartikan mencakup percobaan korupsi.

Pasal 8
Para petugas penegak hukum harus menghormati hukum dan Undang-undang yang sekarang ini. Mereka diharuskan juga, sampai pada kemampuan mereka yang terbaik, mencegah dan dengan keras menentang setiap pelanggaran terhadap mereka.
Para petugas penegak hukum yang mempunyai alasan untuk meyakini bahwa suatu pelanggaran terhadap Undang-undang yang sekarang ini telah terjadi, atau kira-kira terjadi harus melaporkan masalah itu kepada para penguasa atasan mereka dan, bila perlu, kepada para penguasa atau organ lain yang tepat, yang diberi kekuasaan untuk meninjau kembali atau kekuasaan penggantian kerugian.


http://advokat-rgsmitra.com/
terjemahan tidak resmi

Selengkapnya >>

Hukum Perdata Indonesia

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum.

Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).
Hukum perdata merupakan hukum yang meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata terdiri atas :

a. Hukum Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan adalah :
1. Syarat untuk perkawinan
2. Pembatalan perkawinan
3. Hak dan kewajiban suami istri
4. Percampuran kekayaan
5. Perjanjian perkawinan
6. Perceraian
7. Pemisahan kekayaan

b. Hukum Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan mengatur tentang :
a. Keturunan
b. Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)
c. Perwalian
d. Pendewasaan
e. Curatele
f. Orang hilang

c. Hukum Benda
1. Tentang benda pada umumnya
Pengertian yang paling luas dari perkataan “Benda” (Zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang.

2. Tentang hak-hak kebendaan :
a) Bezit,
ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olahkepunyaan sendiri, yang ole hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
b) Eigendom,
ialah hak yang paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan merusak)
c) Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain,
Ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.
d) Pand dan Hypotheek,
Ialah hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.
e) Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilage)
Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang.
f) Hak reklame,
Ialah hak penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari.

d. Hukum Waris
1. hak mewarisi menurut undang-undang
2. menerima atau menolak warisan
3. perihal wasiat (Testament)
4. Fidei-commis
Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.
5. legitieme portie
ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
6. perihal pembagian warisan
7. executeur-testamentair dan Bewindvoerder
ialah orang yang akan melaksanakan wasiat.
8. harta peninggalan yang tidak terurus
e. Hukum Perikatan
Ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hukum perikatan terdiri atas :
1. Perihal perikatan dan sumber-sumbernya
2. Macam-macam perikatan
3. Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang
4. Perikatan yang lahir dari perjanjian
5. Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
6. Perihal hapusnya perikatan-perikatan
7. Beberapa perjanjian khusus yang penting

Selengkapnya >>

"Money Laundering" dan Dana Teroris

MONEY laundering atau pencucian uang menjadi salah satu persoalan yang dibahas dalam Konferensi Ke-23 Aseanapol di Manila, Filipina, September 2003.
PERSOALAN ini semakin mengemuka karena pencucian uang dikaitkan dengan dana yang digunakan jaringan teroris. Sebelum isu terorisme menguak, biasanya masalah pencucian uang selalu dikaitkan dengan perdagangan gelap narkotika, bisnis prostitusi, perjudian, dan perdagangan senjata ilegal. Namun, seiring dengan merebaknya isu terorisme, maka masalah pencucian uang dikaitkan dengan jaringan teroris di Asia Tenggara dan dunia.
Dalam sidang komisi di Konferensi Ke-23 Aseanapol di Manila, terungkap bahwa saat ini otoritas internasional menyoroti Indonesia, Malaysia, dan Filipina karena sejumlah tersangka sudah mulai mengumpulkan dana kemanusiaan dan memiliki hubungan dengan organisasi teroris.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng mengatakan, Polri sudah menyiapkan penyidik yang menguasai persoalan pencucian uang untuk menangani berbagai kasus ini. Kedekatan Polri dengan petugas Bank Indonesia digambarkan Erwin sebagai, "Kami tinggal angkat telepon untuk berkoordinasi jika ada transaksi keuangan yang mencurigakan."
Setelah tragedi WTC pada 11 September 2001, Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), gugus tugas yang dibentuk negara-negara G7 pada tahun 1989 untuk memberantas pencucian uang, memperluas misi dengan ikut serta mencegah mengalirnya dana ke rekening para teroris.
FATF dalam laporan tahun 2001-2002 menyebutkan, organisasi teroris terkait dengan sumber pendanaan yang legal dan ilegal. Organisasi teroris sangat bergantung pada hasil sumber kejahatan yang menghasilkan uang, misalnya perdagangan gelap narkotika, penyelundupan barang dalam jumlah besar, dan kejahatan keuangan antara lain pemalsuan kartu kredit.
Kajian FATF menyebutkan, modalitas pencucian uang yang dilakukan organisasi teroris tidak membedakan dari kejahatan asalnya. Karena itu, aksi terorisme yang dibiayai dengan kejahatan yang menghasilkan uang dan perang melawan pendanaan terorisme dapat diupayakan melalui perangkat pengaturan pencucian uang.
FATF juga menyebutkan, pendanaan terorisme umumnya bergantung pada sumber pendanaan yang sah, yang dikumpulkan melalui organisasi yang sah atau organisasi nirlaba. Dana-dana ini antara lain berasal dari iuran keanggotaan, sumbangan, dan acara kebudayaan dan sosial, yang kemudian disalurkan ke organisasi teroris.
FATF menegaskan pula, pengumpulan dana untuk kepentingan sosial acapkali menjadi "kendaraan" bagi pengumpulan dana pendukung aksi terorisme karena sumber uang yang legal ternyata sangat menyulitkan pendeteksian. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki jaringan bisnis lintas batas negara juga sering dimanfaatkan untuk pengumpulan dana terorisme melalui jaringan bisnis yang legal.
Karena itu pula, lembaga keuangan mengalami kesulitan mendeteksi dengan menggunakan instrumen laporan transaksi keuangan mencurigakan atau suspicious transaction report (STR).
Di sejumlah negara, kurangnya pengaturan mengenai pencegahan pendanaan terorisme menimbulkan dampak, organisasi teroris dapat dengan aman mengumpulkan dana.
Kriminalisasi atas perbuatan pendanaan terorisme ini sangat mendesak dijadikan sebagai predicate crime dari tindak pidana pencucian uang. Sangat beralasan jika pendanaan terorisme diklasifikasikan sebagai tindak pidana.
Seorang analis PPTAK menyebutkan, Indonesia sudah merespons secara positif gagasan yang berkembang dalam masyarakat internasional bahwa terorisme dan pendanaan terorisme merupakan tindak pidana. Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme menjadi UU, menjadi landasan hukum utama dalam menangani berbagai aksi terorisme di Indonesia.
Pengaturan terorisme sebelumnya sudah diakomodasi dalam UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa terorisme sebagai salah satu kejahatan asal dari money laundering sehingga uang yang berasal dari aktivitas organisasi teroris dapat dikejar dan dituntut dengan UU No 15 Tahun 2002.
PERSOALANNYA, pemberantasan pendanaan terorisme bukan hal yang gampang. Analis PPTAK itu menyebutkan, belum adanya administrasi kependudukan yang tertib, seperti belum adanya kartu identitas tunggal (uniform single ID) bagi setiap orang, seperti halnya dikenal di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat dengan Social Security Number.
Pembuatan identitas palsu yang mudah dilakukan pun ikut mempersulit upaya deteksi dan penyelidikan kegiatan pendanaan terorisme.
Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) juga belum sepenuhnya dilakukan, baik karena alasan persaingan antarindividu industri, kurangnya penegakan hukum, maupun kurangnya kesadaran nasabah.
Masih dibutuhkan waktu untuk sosialisasi UU Terorisme dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang yang relatif masih baru ini. Di samping itu, dibutuhkan juga perjanjian internasional yang mengatur pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme. ***

Selengkapnya >>

16 September 2009

Yap Thiam Hien

Yap Thiam Hien:
Kerikil Tajam yang Terhempas


Disebut-sebut sebagai “obor bagi perjuangan keadilan dan HAM”, Yap Thiam Hien sebetulnya lebih pas dijuluki “kerikil tajam yang terhempas”.

Indonesia pernah melahirkan sejumlah pribadi yang tak hanya mencintainya “setengah-mati-separuh-hidup” melainkan juga berhasil memerankan diri sebagai sebuah “kerikil tajam” yang mengganggu, menjengkelkan, sekaligus kerap memancing decak kagum dan haru. Kerikil menjadi tajam dan mengganggu jika ia menyempil di dalam sepasang terompah. Untuk mengganggu laju gerak kaki si pemakai terompah, kerikil memang tak perlu besar dan lancip. Ia hanya perlu berada di sebuah sudut dengan pas. Mungkin di tengah-tengah. Mungkin cukup di dekat tumit.

Dan di dalam sejarah modern Indonesia yang sering tak ramah kepada aturan, tata hukum dan kemanusiaan, Yap adalah salah satu kerikil tajam yang mengganggu dan menjengkelkan itu. Dia paham, di sini dan di mana pun, tegaknya hukum dan HAM bukanlah tujuan. Ia hanya sebuah jalan yang dengan itu orang-orang seperti dirinya percaya Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang berintegritas dan beradab. Dan Yap dengan sadar, karena ia memang seorang mesteer of rechten, ahli hukum, mencoba berbuat sebisanya dengan bergerilya di matra yang ia kenali betul medannya: hukum dan peradilan.

Ia barangkali adalah “obor bagi perjuangan keadilan dan HAM”, tetapi dengan itulah ia mengambil peran historis sebagai “kerikil tajam” bagi negeri yang hingga kematian menjemputnya masih belum juga sepenuhnya ramah pada keadilan dan hak-hak kemanusiaan. Ia, dalam perannya sebagai kerikil, sungguh-sungguh menggangu laju gerak rezim yang sedang kencang-kencangnya berlari mengejar setoran.

Advokat Kepala Batu
Jika hukum, keadilan dan hak asasi adalah sebuah agama, sebut Todung Mulya Lubis suatu ketika, “Yap pasti akan memeluknya.”

Siauw Giok Tjhan, mantan petinggi Baperki, pernah bersaksi. Seperti kita tahu, Yap dan Siauw pernah berseberangan dalam hal bagaimana menempatkan posisi peranakan Tionghoa dalam konstelasi kebangsaan Indonesia. Siauw, yang menguasai Baperki dan didukung Soekarno, mengusung konsep integrasi, sedangkan Yap mengampanyekan gagasan asimilasi.

Ketika G30S meletus ribuan orang yang dianggap terlibat PKI dan dekat dengan kekuasaan Orde Lama ditangkapi, termasuk Siauw. Tetapi reaksi Yap sungguh jauh dari reaksioner. Ia bukannya bersyukur dan bertepuk tangan menyadari bahwa salah satu rival terberatnya di BAPERKI telah dijebloskan ke penjara. Ia malah meradang. Baginya, orang harus dihormati hak-haknya. Tak peduli dia punya keyakinan atau ideologi apapun. Dan Yap tak tinggal diam. Ia mendatangi Kodam Jaya dan bertanya: “Saya (juga) orang Baperki, kenapa tidak ditangkap?”

Hal yang sama ia tunjukkan ketika dengan sukarela ia menjadi pembela Soebandrio, Wakil Perdana Menteri di masa Soekarno, yang dituduh terlibat dalam persitiwa G30S. Tak terbayangkan betapa tak mudahnya menjadi seorang Yap: seorang beretnis menoritas yang keras kepala bertekad membela seorang yang oleh masyarakat kadung dianggap sebagai pentolan G30S yang pantas digantung.

Tetapi Yap jalan terus dengan prinsip-pirinsipnya. Bagi Yap, hukum harus tegak setegak-tegaknya karena dengan itulah yang kuat tak bisa sekenanya bertingkah dan yang lemah bisa hidup dengan tenang tanpa harus takut diinjak dan ditindas.

Itulah sebabnya kenapa tiap kali ia didatangi oleh seseorang yang memintanya menjadi advokat, Yap selalu menyodori para calon kliennya dengan sebuah syarat yang menohok: “Jika saudara hendak menang perkara, jangan pilih saya sebagai pengacara anda, karena kita pasti akan kalah. Tapi jika saudara merasa cukup dan puas mengemukakan kebenaran saudara, maka saya mau menjadi pembela saudara.”

Konsistensi Yap itu sudah teruji oleh zaman, bukan hanya ketika Yap tak memunyai kedudukan saja, melainkan juga ketika Yap sedang menduduki sebuah posisi yang strategis.

Simak saja portofolio Yap ketika menjadi anggota Konstituante mewakili Baperki. Dalam sidang Konstituante 12 Mei 1959, Yap menolak pemberlakuan kembali UUD 1945. Sikap Yap itu tidak hanya berseberangan dengan semua anggota Konstituante yang menyepakati diberlakukannya kembali UD 1945, melainkan juga dengan Baperki, organ yang diwakilinya yang ketika itu mulai merapat ke Presiden Soekarno. Bagi Yap jelas, UUDS 1950 jauh lebih menjamin penegakan HAM ketimbang UUD 1945.

Yap tak pernah surut langkah kendati pihak yang ia tentang makin hari makin kuat saja kekuatan dan kekuasaannya. Ia bahkan menulis sebuah artikel yang isinya menuntut agar Seokarno membebaskan sejumlah tahanan politik seperti Natsir, Roem, Sjahrir, Mochtar Lubis, Subadio dan HJ Princen. Beberapa tahun kemudian ia melakukan hal yang sama kepada pemerintah Orde Baru agar membebaskan sejumlah anggota PKI yang dipenjara tanpa melalui proses pengadilan.

Dalam hal membela prinsip keadilan, Yap adalah kepala batu. Sebagai seorang advokat, ia seperti batu karang di tepian laut. Kukuh. Tak tergoyahkan.

Kerikil Tajam yang Terhempas
Fiat Justitia Ruat Caelum. Tegakkan keadilan sekalipun langit akan runtuh. Yap adalah seorang praktisi hukum yang tahu benar pahitnya menjadi orang yang menegakkan prinsip menggetarkan itu dengan tanpa cadang.

Sebagai praktisi hukum yang tak pernah pandang bulu, Yap tentu saja punya banyak seteru. Sikapnya yang tak pernah jera mengritik pemerintah (baik Orde Baru dan orde Lama) yang menginjak-injak hukum dan keadilan membuat Yap selalu berada dalam pengawasan rezim. Hasilnya jelas: Yap tiga kali ditangkap dan dipenjarakan.

Pada akhirnya Yap memang menjadi tipikal dari advokad model lama yang menjunjung tinggi keadilan sekalipun hendak runtuh dan selalu menolak menjadi calo hukum yang rela melakukan apa saja demi memenangkan perkara kliennya. Ia rela firma-nya sepi dari klien. Sampai-sampai ada seorang advokat yang pernah menyindirnya dengan kalimat: “Jika ingin kalah berperkara, datanglah ke firma-nya Yap.”

Tak mudah menjadi seorang Yap atau menjadi anggota keluarganya. Khing, istri terkasihnya, tahu betul bagaimana sukarnya menjadi istri seorang Yap Thiam Hien. Sudah secara politik selalu terancam, secara ekonomi pun keluarga Yap selalu berada dalam kondisi serba kekurangan.

Ketika Yap ditahan dalam kasus Malari, Khing menguras sisa tabungan keluarga untuk membeli sebuah mobil untuk dijalankan sebagai taksi jam-jaman. Tak jarang Khing menukar sejumlah barang yang dimilikinya, termasuk minuman keras bingkisan Natal dan Tahun Baru, untuk mendapatkan sejumlah barang kebutuhan sehari-hari.
Di senja usianya, Yap dipaksa untuk terus-menerus menelan kepahitan ketika melihat dunia peradilan di Indonesia yang makin amburadul. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, sekitar pertangahan dasawarsan 1980, Yap menyaksikan dengan masygul munculnya sebuah fenomena baru yang disebut dengan mafia peradilan.

Seperti yang digambarkan Daniel Lev dalan obituari yang dimuat di majalah Indonesia Review, di usianya yang makin renta, Yap merasa ia telah hidup di dunia yang tak pernah memberinya kesempatan untuk mengubah keadaan. Sebagai sosok yang berambisi mengubah dunia melalui dunia peradilan, Yap harus terhempas ke dalam labirin kekecewaan, berpindah dari kekecewaan yang satu ke kekecewaan yang lain.



Selengkapnya >>
Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity